4 Masjid Bersejarah di Cirebon, Mesin Waktu Untuk Melihat Kejayaan Islam Masa Lalu

DemosMagz – Perkembangan Islam di Cirebon memang punya sejarah panjang, menjadikan kota ini kaya akan berbagai peninggalan religi. Termasuk bangunan masjid yang masih berdiri kokoh meski usianya sudah ratusan tahun.  Kali ini, Demos sudah rangkumkan 4 masjid bersejarah di Cirebon yang harus kalian tahu. Simak ringkasannya berikut ini.

  1. Masjid Sang Cipta Rasa Cirebon

Masjid ini dibangun tahun 1480 M. Tahun yang sama ketika Wali Songo menyebarkan agama Islam di tanah Jawa. Namanya diambil dari kata “sang” artinya keagungan, “cipta” artinya dibangun, dan “rasa” artinya digunakan.

Pembangunannya melibatkan lima ratus orang dari Majapahit, Demak dan Cirebon. Sunan Gunung Jati menunjuk Sunan Kalijaga dan Raden Sepat—arsitek Majapahit—sebagai perancang bangunan Masjid Sang Cipta Rasa.

Bentuk atap limasan-lembang-teplok milik masjid ini diadaptasi dalam pembangunan Museum Sonobudoyo pada tahun 1934 di Yogyakarta. Konon, gaya bangunan Cirebon sejak dahulu sudah menjadi inspirasi oleh masyarakat Jawa. Terutama Kesultanan Mataram pada masa pemerintahan Sultan Agung Mataram.

Uniknya, dalam momen tertentu, masjid ini mempunyai tradisi Azan Pitu yakni azan yang dilakukan oleh tujuh muazin secara serempak. Mereka memakai pakaian serba putih atau serba hijau serta penutup kepala dari sorban berwarna senada. Bahkan, tradisi ini sudah menjadi Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) oleh Kemendikbudristek.

Lokasi Masjid Sang Cipta Rasa berada di komplek luar Keraton Kasepuhan dengan alamat Jalan Kasepuhan, Kasepuhan Lemahwungkuk, Kota Cirebon.

  1. Masjid Merah Panjunan Cirebon

Konon, masjid ini dibangun di tahun yang sama dengan Masjid Sang Cipta Rasa, yakni 1480 M. Sosok yang membangunnya adalah Pangeran Panjunan atau Syarif Abdurrahman, seorang keturunan Arab yang kemudian menjadi murid Sunan Gunung Jati.

Pada awalnya, tempat ini bernama Musholla Al Athya, sebuah tajug atau musholla sederhana yang menjadi tempat singgah pedagang dari berbagai suku bangsa. Bangunannya yang khas terbuat dari bata merah; pada akhirnya membuatnya lebih popular disebut Masjid Merah Panjunan.

Masjid ini tidak lebih besar dari Masjid Sang Cipta Rasa, tapi masih mempunyai kesamaan, terutama di dinding yang terdapat ornamen porselen buatan Cina berbentuk piring dari Dinasti Ming. Sehingga gaya arsiteknya perpaduan Cirebon, Cina dan Arab. Masjid ini sudah menjadi bagian dari cagar budaya.

Letaknya berada di Jalan Panjunan, Lemahwungkuk, Kota Cirebon, di sudut Kampung Panjunan, yang dahulu kala terkenal sebagai kampung pusat pengrajin gerabah atau tembikar.

Baca juga: Sisa 7 Laga, Ini Skernario Persib Juara Liga 1 Back to Back

  1. Masjid Jagabayan Cirebon

Banyak cerita menyatakan Masjid Jagabayan menjadi tempat berkumpulnya Wali Songo, karena pada masa ini dua masjid di atas; Masjid Sang Cipta Rasa dan Masjid Merah Panjunan masih belum dibangun. Beberapa sumber menyebut jika masjid ini berdiri tahun 1437 M oleh Pangeran Nalarasa, utusan Prabu Siliwangi untuk menjemput anaknya, Pangeran Walangsungsang.

Dalam perjalanannya, ia malah menekuni agama Islam, berjumpa Sunan Gunung Jati dan mendapatkan gelar Tumenggung Pangeran Jagabayan yang bermakna seseorang yang bisa menjaga dari bahaya.

Di dalam masjid, terdapat sumur keramat yang dapat konon dapat menyembuhkan penyakit. Mitos ini dimulai dahulu kala, sewaktu masyarakat lingkungan keraton terkena musibah wabah penyakit. Pangeran Jagabayan berdoa meminta agar disembuhkan dan ajaibnya langsung dikabulkan. Sehingga, Masjid Jagabayan dipercaya bisa menolak bala atau musibah orang-orang di sekitarnya.

Masjid ini terletak di jejeran toko Jalan Karanggetas, Kota Cirebon. Untuk masuk ke dalamnya harus memasuki sebuah gang kecil terlebih dahulu. Meski begitu, setiap malam Jumat Kliwon masjid ini ramai dikunjungi masyarakat untuk bertawasul bersama.

  1. Masjid Pejlagrahan

Kalau dilihat dari timing nya, masjid ini ada sesudah pembangunan Masjid Merah Panjunan. Tepatnya dibangun tahun 1445 M oleh Pangeran Walangsungsang atau Pangeran Cakrabuana, tokoh penting terbentuknya Kesultanan Cirebon. Ukurannya yang tidak besar membuat bangunan ini masih bisa disebut sebagai tajug atau musholla.

Pintu Masjid Pejlagrahan sangat pendek, sehingga pengunjung harus merunduk ketika memasukinya. Di dalam ruang utama masjid terdapat empat tiang kekar yang disebut soko gunur warisan Wali Songo.

Bagian dari masjid ini masih sangat asli, kalaupun ada pemugaran hanya untuk memperkuat bangunan agar tidak lapuk termakan zaman. Masjid ini letaknya berada persis di samping komplek keraton Kasepuhan, masih aktif mengadakan kegiatan keagamaan dan setiap hari Sabtu membuka kunjungan wisata-religi.

Nah, Sobat Demos, semoga wawasan tentang berbagai masjid bersejarah di Cirebon ini meningkatkan keimanan, dan kebanggaan akan kekayaan warisan masa lalu, ya. Kalau kata Sunan Gunung Jati, ingsun titip tajug lan fakir miskin yang maknanya agar warga Cirebon bisa merawat masjid dan fakir miskin. Pesan yang mengandung nilai moral keislaman dan sosial yang kuat.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

1 komentar