Alternatif Kronologi PHK Massal PT Yihong Novatex Indonesia dan Apa Saja Tuntutan Para Buruh

DemosMagz – ​PT Yihong Novatex Indonesia (PT. YNI) adalah perusahaan manufaktur yang berfokus pada produksi lapisan dalam alas kaki (Insole). Didirikan pada tahun 2022, perusahaan ini merupakan anak usaha dari perusahaan asal Tiongkok dan memiliki hubungan erat dengan investor serta pengusaha Tiongkok yang berinvestasi di sektor manufaktur Indonesia, khususnya produk ekspor alas kaki. Perusahaan ini berlokasi di Blok Putat, Desa Kanci, Kecamatan Astanajapura, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat 45181.

Kronologi PHK Massal di PT Yihong Novatex Indonesia

Pada tahun 2022, warga Desa Kanci melakukan aksi protes terhadap keberadaan PT. Yihong Novatex Indonesia. Aksi ini merupakan bentuk protes warga terhadap kebijakan rekrutmen tenaga kerja yang dinilai tidak memprioritaskan warga pribumi sebagai pekerja.

Dalam aksinya, warga membawa poster dengan tuntutan agar perusahaan ditutup apabila tidak mengakomodir aspirasi masyarakat setempat. Pada tanggal 31 Januari 2025, sekelompok buruh PT. Yihong mengajukan pengaduan resmi kepada Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Pengawasan Ketenagakerjaan Wilayah III Cirebon terkait pelanggaran hak normatif yang mereka alami.

Baca juga: Selalu Ada Aroma Sunjaya Purwadi Sastra di Setiap Pilkada Kabupaten Cirebon

Tanggal 3 Februari 2025, sekelompok buruh PT. Yihong melakukan pencatatan serikat buruh kepada Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Cirebon melalui surat bernomor: 001/OUT/SBDI PT.YNI/I/2025 dengan nama Serikat Buruh Demokratis Independen PT. Yihong Novatex Indonesia yang berafiliasi kepada Konfederasi Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (SBDI PT. YNI-KASBI).

Tanggal 10 Februari 2025, sebagai tindak lanjut dari pengaduan buruh pada tanggal 31 Januari 2025, UPTD Pengawasan Ketenagakerjaan Wilayah III Cirebon melakukan pemeriksaan ke perusahaan.

Pada tanggal 12 Februari 2025, Surat Keputusan Pencatatan SBDI PT. YNI-KASBI resmi diterbitkan oleh Kepala Dinas Ketenagakerjaan Kabupaten Cirebon dengan Nomor: 500.15.13.1/02/II/KAB.CRB/SP-SB/2025.

Selanjutnya, UPTD Pengawasan Ketenagakerjaan menerbitkan nota pemeriksaan tertanggal 28 Februari 2025 melalui surat bernomor: 1476/TK.04.04/Pk Wil III Crb, yang dalam isi pokok surat tersebut menyatakan adanya temuan empat pelanggaran ketenagakerjaan yang dilakukan oleh pihak perusahaan:

  1. Kompensasi PKWT:

Perusahaan tidak memberikan uang kompensasi kepada pekerja dengan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) sebagaimana diatur dalam Pasal 15 ayat (1) PP No. 35 Tahun 2021 jo. Pasal 61A UU No. 6 Tahun 2023, yang telah berlangsung sejak perusahaan berdiri.

  1. Hutang Jam Kerja:

Perusahaan menganggap pekerja mempunyai hutang jam kerja kepada perusahaan setiap kali terjadi stop produksi akibat tidak tersedianya bahan untuk diproduksi. Hal ini tentu saja melanggar Pasal 93 ayat (2) huruf f UU 13 Tahun 2003.

  1. Status Karyawan Part-Time (Harian Lepas):

Sebanyak 617 pekerja dengan status harian lepas tidak memiliki perjanjian kerja tertulis, padahal mereka telah bekerja rata-rata lebih dari 21 hari atau lebih dari tiga bulan berturut-turut. Hal ini seharusnya mengakibatkan perubahan status hubungan kerja menjadi PKWTT berdasarkan Pasal 10 ayat (4) PP No. 35 Tahun 2021.

  1. Sosialisasi Peraturan Perusahaan

Selama tiga tahun berdiri, perusahaan tidak pernah melakukan sosialisasi menegenai peraturan perusahaan kepada pekerja sebagaimana diatur dalam ketentuan pasal 114 UU No. 13 Tahun 2003.

Bahwa setelah diterbitkannya nota pemeriksaan, perusahaan justru melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) secara sepihak kepada sejumlah buruh dalam tiga gelombang: gelombang pertama sebanyak 20 orang, gelombang kedua 60 orang, dan gelombang ketiga 3 orang.

Mereka yang menjadi korban PHK termasuk dalam kategori yang seharusnya diangkat sebagai karyawan tetap (PKWTT) berdasarkan nota pemeriksaan tersebut.

Puncaknya, tanggal 10 Maret 2025, PT. Yihong Novatex Indonesia melakukan PHK massal terhadap seluruh buruh sebanyak 1.126 orang secara sepihak tanpa perundingan maupun pemberitahuan terlebih dahulu, dengan alasan dicabutnya pesanan (order) oleh Buyer akibat keterlambatan pengiriman.

Kemudian, pada tanggal 11 Maret 2025, anggota Konfederasi KASBI yang berasal dari serikat buruh di perusahaan lain yang berdomisili di wilayah Cirebon, antara lain SBDI PT. LRI, SBDI PT. KGC, dan SBDI PT. DFC, turut serta bersolidaritas terhadap perjuangan SBDI PT. Yihong Novatex Indonesia dengan berpartisipasi dalam aksi unjuk rasa. Aksi tersebut dilakukan di depan gerbang pabrik PT. Yihong Novatex Indonesia dan dilanjutkan di depan Kantor Bupati Kabupaten Cirebon.

Dalam aksi tersebut, massa menuntut agar manajemen PT. Yihong Novatex Indonesia tunduk dan patuh terhadap ketentuan nota pemeriksaan yang telah diterbitkan oleh UPTD Pengawasan Ketenagakerjaan Wilayah III Cirebon, serta menuntut agar seluruh pekerja yang telah diberhentikan secara sepihak segera dipekerjakan kembali sebagaimana mestinya.

Berdasarkan informasi yang beredar di media sosial, perusahaan diduga mengalami kebangkrutan. Namun hingga saat ini tidak terdapat putusan resmi dari Pengadilan Niaga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, sehingga klaim kebangkrutan tersebut tidak dapat dibuktikan secara hukum.

Dengan mempertimbangkan kronologi peristiwa sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, serta mencermati tidak adanya itikad baik dari pihak manajemen PT. Yihong Novatex Indonesia untuk melaksanakan kewajiban hukum sebagaimana tertuang dalam nota pemeriksaan UPTD Pengawasan Ketenagakerjaan Wilayah III Cirebon, maka terdapat dugaan kuat bahwa tindakan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal yang dilakukan oleh perusahaan merupakan bentuk pengingkaran terhadap ketentuan hukum ketenagakerjaan yang berlaku di Indonesia.

Lebih lanjut, tindakan PHK tersebut patut diduga sebagai strategi sistematis untuk menghindari pelaksanaan kewajiban normatif dan sekaligus melemahkan keberadaan serta fungsi serikat buruh di lingkungan perusahaan.

Dengan demikian, apabila upaya ini dibiarkan tanpa intervensi dan pengawasan yang tegas dari otoritas ketenagakerjaan, terdapat potensi bahwa perusahaan akan kembali beroperasi dengan sistem rekrutmen tenaga kerja baru yang bersifat tidak tetap, melalui skema Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) maupun sistem kerja harian lepas (Part Time/HL) secara berkelanjutan.

 

Penulis: Lazuardi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *