Apakah sobat Demos tahu apa itu Babad Cirebon? Kata Babad Cirebon mungkin sudah sering kita dengar, tapi apa sebanarnya Babad Cirebon? DEMOS coba merangkumnya untuk kamu dalam artikel berikut ini.
Apa itu Babad?
Kata “Babad” menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) memiliki beberapa makna, pertama kisah berbahasa Jawa, Sunda, Bali, Sasak, dan Madura yang mengandung peristiwa sejarah atau cerita sejarah, ke dua menyoal soal riwayat, sejarah, tambo, atau hikayat. Salah satu contohnya adalah babad Tanah Jawa dan Babad Cirebon.
Babad sering kali berisi kronik yang mencakup mitos, legenda, serta cerita-cerita lain yang penting untuk dilestarikan sebagai sumber sejarah.
Dalam konteks historiografi, babad memberikan informasi berharga mengenai sikap, tradisi, dan budaya masyarakat tertentu. Selain itu, “babad” juga dapat berarti membuka lahan baru atau membabat hutan untuk dijadikan tempat tinggal atau kampung.
2. Pengertian Babad Cirebon
Babad Cirebon adalah cerita atau riwayat mengenai perjuangan para tokoh leluhur Cirebon, seperti Pangeran Walangsungsang Cakrabuana, Kanjeng Gusti Sunan Gunung Jati, serta tokoh lainnya dalam menyebarkan agama Islam dan membuka hutan untuk dijadikan desa atau padukuhan, seperti Kebon Pesisir Lemahwungkuk Tegal Alang-Alang yang kemudian orang kenal dengan sebutan Cirebon.
Desa-desa awal lainnya seperti Panjunan, Kejaksan, Pekiringan, Pekalipan, Kesunean, dan Pulasaren juga termasuk dalam bagian sejarah tersebut.
3. Sejarah Babad Cirebon
Awalnya, Babad disampaikan secara lisan oleh pujangga dan dalang macapat, namun seiring waktu, kisah ini mulai tertulis dalam bentuk manuskrip dengan berbagai aksara, seperti aksara Carakan Cirebon, Arab Pegon, dan Latin.
Pada masa kolonial Belanda di akhir abad ke-19 hingga awal abad ke-20, babad ini menarik perhatian para sejarawan Eropa, terutama Belanda, yang kemudian menerbitkannya untuk dibaca oleh masyarakat luas.
Ilmuwan Belanda, Dr. J. L. A. Brandes, mengumpulkan dan meneliti Babad ini, melengkapinya dengan daftar isi, pengantar, serta catatan rinci. Kemudian Dr. D.A. Rinkes menerbitkannya pada tahun 1911 dengan judul Babad Tjerbon, yang terkenal sebagai Risalah Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen, atau biasa yang terkenal dengan sebutan Naskah Brandes.
Naskah Brandes atau naskah Babad ini biasanya tersusun dalam dua bentuk, yaitu tembang Macapat (dangding) yang terikat pada gurulagu dan guruwilangan, serta bentuk prosa bebas yang tidak terikat aturan.
Beberapa pupuh yang sering digunakan dalam tembang Macapat adalah maskumambang, mijil, kinanthi, sinom, dan lainnya, yang kini sudah mulai jarang digunakan.
Naskah ini bersifat komunal dan hanya kelompok masyarakat tertentu yang memilikinya, kemudian mereka membacakannya dalam acara adat dan tradisi.
Salah satunya adalah tradisi Maca Babad Cirebon yang biasa mereka laksanakan setiap malam pergantian tahun Hijriah, tepatnya pada tanggal 1 Muharam atau 1 Sura.
Tradisi ini biasanya mereka lakukan di Keraton Kanoman Cirebon, serta di masjid, pesantren, dan tempat-tempat lain di Cirebon.
Di Keraton Kanoman, biasanya mereka mengadakannya di Bangsal Witana, masyarakat dari berbagai penjuru datang untuk menyaksikan pembacaan cerita perjuangan Pangeran Walangsungsang Cakrabuana (Mbah Kuwu Cerbon), yang pertama kali membuka hutan alang-alang di pesisir Cirebon, kemudian menjadikannya sebagai tempat dakwah dan syiar Islam.
Tempat ini kemudian berkembang menjadi pusat pemerintahan Kerajaan Islam Pakungwati Cirebon, yang kini menjadi Kota Cirebon.
Babad Cirebon adalah bagian dari sejarah panjang sebuah daerah bernama Cirebon. ia menangkap momen penting masa lalu untuk tetap bisa dibayangkan di masa kini dan nanti. Meski dibumbui dengan cerita-cerita kiasan, Babad bisa jadi referensi untuk menengok betapa Cirebon masa lalu punya sejarah kejayaan.
[…] baca juga: Babad Cirebon: Pengertian, Sejarah dan Faedah Membaca Masa Lalu […]