Berbeda dengan Indonesia, Vietnam Justru Pangkas Jumlah Kementerian dan Turunkan Tarif PPN Menjadi 8%

DemosMagz – Vietnam berencana untuk mengurangi jumlah kementerian dan lembaga negara sebagai upaya untuk mengurangi birokrasi dan mengalokasikan dana lebih banyak untuk proyek pembangunan, menurut laporan Bloomberg pada Senin (16/12/2024).

Reformasi ini dianggap sebagai langkah penting dalam reformasi birokrasi Vietnam, dengan target menghapus sekitar 15-20 persen unit kementerian dan lembaga serta mengurangi jumlah pegawai negeri.

Menurut Reuters pada Selasa (17/12/2024), lima kementerian, empat lembaga pemerintah, dan lima saluran TV negara akan dibubarkan. Beberapa kementerian utama juga akan digabungkan, sementara komisi yang dikelola oleh Partai Komunis Vietnam (VCP) dan organisasi media negara akan dihapus.

Baca juga: Rakyat Terhimpit Kebutuhan Ekonomi, Angka Kriminalitas di Indonesia Melonjak Tinggi

Usulan tersebut datang dari pemimpin baru VCP, To Lam, dan masih bisa berubah sebelum pemungutan suara di parlemen pada Februari 2025.

Jika reformasi ini berjalan sesuai rencana, jumlah kementerian dan lembaga pemerintah akan dikurangi dari 30 menjadi 21. Setelah selesai pada April 2025, Vietnam hanya akan memiliki 13 kementerian, empat lembaga setingkat menteri, dan empat badan pemerintah lainnya.

DW melaporkan pada Selasa, bahwa pemerintah juga akan menggabungkan beberapa kementerian, seperti Kementerian Keuangan dengan Kementerian Perencanaan dan Investasi menjadi Kementerian Keuangan dan Perencanaan Nasional. Kementerian Transportasi dan Kementerian Konstruksi juga akan digabungkan, sementara Kementerian Tenaga Kerja, Penyandang Disabilitas, dan Sosial akan dilebur ke dalam Kementerian Dalam Negeri.

Beberapa lembaga media negara, termasuk stasiun radio, akan dibubarkan dan stafnya dialihkan ke organisasi berita yang lebih besar. Pengurangan jumlah kementerian di Vietnam bukanlah hal baru, karena sebelumnya negara ini telah mengurangi jumlah kementerian dari 36 pada awal 1990-an menjadi 22 pada 2021.

Rencana ini muncul setelah Vietnam menyetujui draf aturan untuk mengurangi pajak PPN dari 10 persen menjadi 8 persen. Majelis Nasional Vietnam juga baru-baru ini menyetujui perpanjangan pengurangan tarif PPN ini hingga akhir Juni 2025.

Penurunan tarif PPN ini bertujuan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan konsumsi domestik, meskipun tidak berlaku untuk beberapa sektor seperti properti, sekuritas, perbankan, dan telekomunikasi.

Sementara itu, Pemerintah Indonesia memutuskan untuk tetap melanjutkan kenaikan tarif PPN tahun depan meskipun kebijakan tersebut banyak dikritik oleh masyarakat, DPR, dan ekonom.

Saat ini, tarif PPN di Indonesia sudah berada di angka 11 persen, dan pemerintah berencana untuk menaikkan tarif menjadi 12 persen pada tahun depan. Dengan kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen, beberapa pengguna media sosial di platform X baru-baru ini membahas kemungkinan boikot pajak sebagai bentuk protes.

Menko Airlangga memberikan tanggapan singkat saat ditanya mengenai seruan boikot pajak terkait kenaikan tarif PPN 12 persen.

“Ya, itu namanya negara demokrasi. Ada yang setuju, ada yang tidak setuju,” kata Airlangga saat ditemui wartawan di kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta Pusat pada Kamis malam.

Sementara Menteri Keuangan, Sri Mulyani tetap bungkam dan enggan berkomentar mengenai seruan boikot yang merebak di media sosial.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *