Demos Watch 1: 79 Tahun Kemerdekaan Kita

Kebanyak dari kita sudah mengetahui, bahwa Kemerdekaan Indonesia sudah diperingati sebanyak 78 kali dan tahun ini kita akan memperingatinya kembali untuk yang ke 79.

Indonesia bukanlah negara kecil dengan penduduk sedikit. Negara ini adalah negara besar dengan kekayaan alam yang melimpah, cukup untuk menghidupi generasi secara turun temurun jika dijaga dan dimanfaatkan dengan bijak.

Pada edisi pertama Demos Watch, kami menyajikan beragam liputan khusus tentang arti kemerdekaan Republik Indonesia dalam balutan enam tulisan berbeda.

Demos Watch sendiri merupakan produk jurnalistik unggulan kami yang terbit berkala setiap minggunya dengan tema yang berbeda-beda, Demos Watch bertujuan untuk menggali dan menyingkap, apa saja yang jarang diangkat oleh media mainstream saat ini.

Bicara soal hari kemerdekaan, entah kapan pertama kali masyarakat kita melakukan perayaan peringatan hari kemerdekaan dengan beragam lomba dan hiburan.

Betul, negara kita memang negara yang suka sekali hiburan dan perlombaan. Maka dua hal tadi tidak bisa dilepaskan dari sebuah perayaan, terlebih perayaan peringatan hari kemerdekaan, momen paling penting bagi bangsa ini.

Jadi bukan kebetulan jika kita melihat masyarakat tiba-tiba sibuk membuat rancangan acara lengkap dengan lomba-lomba dan hiburan menjelang 17 Agustus.

Tidak salah memang merayakan hari kemerdekaan dengan cara seperti itu, setiap orang boleh merayakan kemerdekaan dengan beragam bentuk ekspresi.

Namun apa tidak sebaiknya perayaan kemerdekaan juga disisipkan dengan beragam kegiatan yang membuat kita ingat jika kemerdekaan ini direbut dengan susah payah lewat segala bentuk upaya, mulai dari angkat senjata hingga rembuk bersama.

Bagaimana Kita Merebut Kemerdekaan?

Benar sepertinya kemerdekaan kita tidak selalu dimenangkan di atas palagan tempur, meruncingkan bambu atau lari dengan heroik ke jantung pertahanan musuh untuk berperang.

Sejarah mencatat, kemerdekaan kita juga direbut dari dalam kepala yang mau merunduk bersama untuk berdiskusi, menurunkan emosi serta melunturkan ego sendiri. Kemudian berani duduk satu meja dengan lawan dan berdiplomasi.

Dimulai dari kongres-kongres atau pertemuan para pemuda daerah, perundingan-perundingan, seperti Perundingan Linggarjati pada 11-13 November 1946, Konferensi Meja Bundar (KMB) 23 Agustus sampai 2 November 1949, sampai Perundingan Renville yang dilakukan pada 17 Januari 1948.

Namun kita tidak boleh menafikan bahwa peperangan itu memang ada dan kami turut berdoa untuk mereka yang gugur demi merebut kemedekaan, tapi jika ditilik lagi sepertinya kemerdekaan kita akhirnya terwujud lewat diplomasi dan dialog.

Baca juga: Mencari Jalan Tengah untuk Sampah Merah Putih

Ratusan tahun dikungkung musuh, entah berapa kali genderang perang dibunyikan dan berapa jiwa yang melayang namun akhirnya semua berakhir ketika masyarakat kita mau berbincang dan berdiskusi bersama

Pada akhirnya kemerdekaan kita juga berarti kepemilikan tanah dan semua yang terkandung di dalamnya. Maka dari itu sebagai warga yang hidup dan tinggal di dalamnya sudah sepatutnya menjaga lingkungan dari segala bentuk pencemaran. Termasuk juga mengurangi penggunaan plastik yang sulit terurai.

Sayangnya plastik jadi barang yang mudah kita temui sebagai hiasan yang mengelilingi kampung dalam rangka menyambut hari kemerdekaan. Pemakaian yang tepat serta cara lain sebagai alternatif hiasan mungkin bisa diterapkan untuk menyemarakan kemerdekaan kita.

Jadi selamat menyelam dalam sederet tulisan khusus dalam Demos Watch edisi pertama

Publikasi Serupa

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *