Sejak awal tahun 2025 banyak masyarakat memperbincangkan tentang tarif listrik yang mendapat diskon 50%. Masyarakat berlomba-lomba untuk mengklaim diskon ini sejak awal Januari lalu. Namun, nampaknya kebijakan ini tidak akan berumur panjang. Sebab beberapa waktu lalu, wakil Menteri ESDM Yuliot Tanjung, menyatakan jika sampai saat ini belum ada pembahasan soal keberlanjutan potongan tarif dasar listrik.
“Kelihatannya belum ada pembahasan untuk itu” ujar Yuliot seperti dikutip pada Detikfinance Jumat (24/1) lalu.
Kasak kusuk soal kebijakan diskon pembayaran tagihan listrik ini sudah ada sejak awal tahun dan diharapkan bisa memudahkan masyarakat di tengah kondisi ekonomi yang lesu daya belinya. Namun sejak awal Menteri Bahlil sudah memberi kabar jika kebijakan tersebut memang akan berlaku hanya dua bulan saja . Terhitung awal Januari hingga Februari nanti.
“Itu 2 bulan aja, 2 bulan aja, nggak diperpanjang” Kata Bahlil pada wartawan di Istana negara Jakarta.
Baca juga: Hampir Pasti, Ini Kemungkinan Tanggal Awal Puasa 2025
Kebijakan diskon tarif listrik ini tidak hanya berlaku di Jakarta maupun Pulau Jawa saja melainkan dapat diklaim oleh seluruh masyarakat Indonesia. Pemotongan tarif listrik ini sempat viral dan jadi pembahasan di media sosial. Beberapa masyarakat saling berbagi memberi cara untuk dapat mengklaim penggunaan tarif listrik yang sudah didiskon ini.
Kebijakan potongan tarif listrik dapat respon positif
Kebijakan memotong tarif listrik sebelumnya ditanggapi posiitif oleh masyarakat. Apalagi kebijakan ini berlaku untuk kelas menengah ke bawah yang rumahnya terpasang listrik dengan daya 450 sampai 2.200 VA. Setiap mereka yang membeli pulsa token listrik pada bulan Januari hingga Februari, akan mendapat potongan 50%.
Sementara itu potongan 50% juga berlaku untuk pengguna listrik pascabayar. PLN akan memotongnya langsung ketika masyarakat melakukan pembayaran di outlet maupaun secara daring. Kebijakan dengan klaim yang mudah ini tentu mendapat respon yang baik dan masyarakat menunggu tentang kebijakan lain yang tidak kalah pro pada kalangan menengah ke bawah.
Kebijakan ini setidaknya masih bisa diklaim oleh masyarakat Indonesia pada bulan Februari lalu. Meski masyarakat luas berharap kebijakan ini bisa dievaluasi dan mendapat waktu berlaku yang lebih lama.