Dalam gemerlap dan meriahnya perayaan hari kemerdekaan, tidak luput hiburan musik seperti Dangdut pada budaya masyarakat pesisir Jawa Barat.
Penyanyi pop dunia sekelas Taylor Swift atau Sabrina Carpenter boleh saja punya penggemar di berbagai negara. Tetapi, di pantura, Diva dangdut pantura tetap juaranya.
Beberapa nama diva dangdut pantura di antaranya sangat familiar di telinga masyarakat Cirebon dan sekitarnya.
Contoh saja Diana Sastra, Dian Anic, dan yang saat ini sedang ngetop yaitu Dede Risty, beberapa dari diva dangdut pantura tersebut sudah memiliki jam terbang yang tinggi dan tentu saja harga manggung yang cukup mahal.
Merayakan hari kemerdekaan dengan hiburan dangdut atau organ (menurut orang Cirebon), sudah menjadi budaya terutama pada kalangan anak muda.
Bagi masyarakat, hiburan semacam dangdut sangat cocok diadakan pada momen peringatan hari kemerdekaan.
Baca juga: 79 Tahun Kemerdekaan Kita: “Antara Perang Senjata atau Diplomasi Kata?”
Alasan Kenapa Dangdut Menjadi Primadona
Dapat dikatakan bahwa dangdut sudah menjadi primadona untuk meramaikan acara-acara perayaan oleh masyakarat khususnya di wilayah pantura Jawa Barat.
Seperti pada perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) Republik Indonesia, dangdut tidak luput dari deretan acara peringatan momen bersejarah tersebut.
Seperti kata Raja Dangdut kita, Rhoma Irama “dangdut is music of my country”merupakan mind-set yang telah melekat pada diri setiap individu masyarakat Indonesia, tidak terkecuali masyarakat Cirebon.
Cirebon sendiri memiliki musik dangdut yang terakulturasi dengan Tarling yang merupakan musik asli daerah Cirebon-Indramayu, yang umumnya dikenal dengan sebutan Dangdut Pantura.
Dangdut merupakan salah satu genre musik di Indonesia. Bentuk musik ini berakar dari musik Melayu pada tahun 1940-an (Salim, 2010).
Dangdut menjadi sangat dekat dekat dengan masyarakat Indonesia berkat peran besar Rhoma Irama yang mempopulerkan musik dangdut melalui film.
Karena Rhoma juga, dangdut yang awalnya dianggap sebagai musik rendahan yang tidak selevel dengan genre musik lainnya seperti Rock, Jazz, dan Blues, kini menjadi musik yang dinikmati semua kalangan.
Dampak Psikologi Dangdut pada Masyarakat
Selain dapat menghibur masyarakat, musik dangdut juga mempunyai dampak positif terhadap para pendengarnya.
Berbicara mengenai efek musik terhadap kesehatan jiwa, fakta di RSJD Surakarta telah menerapkan eksperimentasi metode terapi dengan musik dangdut sejak tahun 1993, di mana terdapat beberapa jenis musik yang digunakan.
Musik dangdut dinyatakan berhasil dalam menstabilkan emosi pasien skizofrenia. Musik tersebut dianggap paling mudah diterima oleh semua pasien skizofrenia di RSJD Surakarta.
Karena easy listening dan lirik-lirik yang relate dengan hidupan masyarakat, dangdut menjadi media pelepas penat di sela-sela aktivitas yang penuh dengan problematika kehidupan.
Hal ini menandakan bahwa musik dangdut adalah salah satu jenis musik yang efektif untuk meringankan stress.
Faktanya bisa kita lihat ketika seseorang mendengarkan dangdut, secara spontan, setidaknya orang tersebut akan mengangguk-angguk, atau menggerakkan jari-jarinya.
Mengutip dari Jurnal karya Alfionita dan Wrahatnala, Institut Seni Indonesia Surakarta yang terbit pada Agustus 2018 dengan judul “Dangdut dan Kesehatan dalam Masyarakat”.
“Dangdut dalam komunitas masyarakat, dianggap satu-satunya genre yang berpengaruh untuk menyatukan banyak orang dalam suatu kepentingan. Dangdut dalam pementasan, dianggap bernilai untuk ranah hiburan,”. tulis mereka dalam jurnal tersebut.
Karena itulah dangdut sangat dekat dengan masyarakat Indonesia terlebih Cirebon yang memiliki genre dangdutnya sendiri yaitu dangdut tarling.
Baca juga: Napak Tilas Perjuangan Kemerdekaan Indonesia
Hal Negatif Dangdut pada Perayaan Hari Kemerdekaan
Geleng geleng terbuai diva dangdut pantura, seperti itulah realitanya pada hiburan dangdut masyarakat Cirebon saat memperingati HUT RI.
Memang seperti hal yang wajar ketika seseorang menikmati alunan musik sampai tubuhnya merespon dengan geleng-geleng sampai bergoyang dengan hikmat.
Akan tetapi, pementasan dangdut atau organ dangdut seringkali menampilkan biduan-biduan dengan pakaian yang seksi dan kurang pantas dilihat oleh anak-anak.
Selain itu, sudah menjadi kebiasan terutama dikalangan anak muda, di bawah pengaruh alkohol sembari berjoget asik dengan para biduan.
Tidak jarang pula, kebiasan buruk tersebut sampai menimbulkan pertikaian antar penikmat pementasan dangdut yang membawa masalah pribadi di atas panggung.
Sangat disayangkan jika budaya seperti itu dianggap lumrah atau dinormalisasi, karena akan diteruskan oleh para generasi selanjutnya.
Namun menurut influencer muda asal Cirebon, Shofie Ayu nanda, hiburan dangdut memang tidak selalu menjadi opsi utama bagi masyarakat, tetap masih ada masyarakat yang ingin menampilkan hiburan sembari menjaga kesenian tradional daerahnya.
“Menurutku pribadi sih keberadaan musik organ tunggal saat merayakan hari kemerdekaan 17 Agustus itu tergantung kebutuhan dan budaya daerahnya masing-masing, karena ada yang ingin meramaikan hiburan dan ada juga yang ingin melestarikan budaya Indonesia,” tutur Shofie pada Demosmagz.
Lagipun masyarakat seperti contohnya Raden, memaklumi diadakannya pementasan organ dangdut dalam perayaan kemerdekaan Indonesia, karena hanya satu tahun sekali.
“Iya buat satu tahun sekali sih gakpapa, biasa anak muda,” ucap Raden.
Baca juga: Mencari Jalan Tengah untuk Sampah Merah Putih
Alternatif Hiburan Perayaan HUT RI
Dalam merayakan hari kemerdekaan kita, seringkalai msayarakat membuat berbagai kegiatan yang menarik.
Di antaranya lomba-lomba dan diakhiri hiburan seperti pementasan seni atau dangdut, namun dangdut saat ini terutama di kawasan pantura seperti Cirebon dan sekitarnya sudah berubah dari dangdut yang dipopulerkan Rhoma Irama.
Dangdut pantura juga jauh berbeda dengan seni tarling tradisional yang hanya mengandalkan alat musik gitar dan suling dengan lirik-lirik yang memiliki makna nilai kehidupan masyarakat pesisir Jawa Barat seperti Cirebon dan Indramayu.
Ada banyak alternatif hiburan yang dapat dilaksanakan untuk memperingati hari kemerdekaan Indonesia, contohnya pagelaran Wayang Kulit.
Wayang setidaknya telah dikenal di Indonesia sejak abad ke-9 Masehi. Hal ini diketahui dari Prasasti Penampihan, dibuat pada masa pemerintahan raja Balitung sekitar tahun 820 Saka atau 898 Masehi.
Pada bait 17 dikatakan: “nta je ringgit inadegaken hyang marmanya sinung kmita hyang sang hyang sagdaji prasasti mat a nda balitung utungga dewa”. (Diadakan pertunjukan wayang untuk para Hyang).
Selain itu Wayang juga dijadikan medium penyebaranajaran Islam oleh para wali di tanah jawa terutama sejak berdiri kerajaan Demak pada tahun 1479 Masehi yang membubuhi cerita peawayangan dengan nilai-nilai islam.
Bukan hanya wayang, hiburan yang lain seperti bioskop rakyat (layar tancap) dengan film-film perjuangan juga bisa diadakan untuk memeriahkan peringatan hari kemerdekaan.
Selain mengasyikan bagi anak-anak, hiburan semacam ini juga minim konflik, karena masyarakat akan menonton dengan tenang.
Namun, persoalan hiburan dalam perayaan hari kemerdekaan adalah soal selera masyarakat, akan tetapi perlu diperhatikan juga nilai positif negatifnya terutama bagi generasi penerus bangsa.