Klenteng Talang Plesetan dari Kata Toa Lang dan Simbol Toleransi di Cirebon Sejak Abad 14

DemosMagz – Sobat Demos, menjelang perayaan imlek kali ini, DemosMagz mencoba mencari tahu mengenai klenteng di Cirebon.

Setidaknya ada tiga klenteng yang diakui cukup tua di Cirebon yakni, Klenteng Talang, Klenteng Hok Keng Tong dan Klenteng Dewi Welas Asih.

Diantara keduanya, Kelenteng Talang digadang-gadang yang paling tua kedua di Indonesia, setelah Kelenteng Hong Tiek di Surabaya.

Klenteng Talang sendiri berdiri sejak tahun 1450, sekarang usianya 575 tahun.

Berikut DemosMagz suguhkan beberapa rangkuman menarik tentang Klenteng Talang ini.

Baca juga: Babad Cirebon: Pengertian, Sejarah dan Faedah Membaca Masa Lalu

Nama Sebenarnya ‘Sam Po Toa Lang’ Bukan ‘Talang’

Klenteng Talang berada di Jalan Talang, No. 2, Kecamatan Lemahwungkuk, Kota Cirebon. Dahulu kala kelenteng ini bernama Sam Po Toa Lang. Toa Lang bermakna orang-orang besar.

Konon, nama Toa Lang diambil untuk menghormati tiga tokoh besar Muslim dari Dinasti Ming yang pernah bertandang ke Cirebon yaitu Laksamana Cheng Ho, Laksamana Kung Wu Ping dan Laksamana Fa Wan.

Orang-orang Cirebon cukup kesulitan menyebutkan kata Toa Lang, lalu diplesetkan menjadi Talang.

Talang sendiri telah diabadikan menjadi nama sebuah jalan di Kota Cirebon, sesuai alamat klentengnya.

Klenteng Talang adalah satu-satunya kelenteng Konghucu di wilayah Cirebon.

Sebelum Menjadi Klenteng, Dijadikan Tempat Ibadah untuk Muslim Tionghoa Bermazhab Hanafi

Sebenarnya, bangunan ini dibangun oleh Tan Sam Cay, setelah mualaf menjadi Haji Mohamad Syafe’i.

Ia diberikan gelar Tumenggung Aria Dipa Wiracula oleh Kesultanan Cirebon.

Tan Sam Cay pernah menjabat sebagai Menteri Keuangan Kesultanan Cirebon pada tahun 1569 – 1585, dibawah pemerintahan Sunan Gunung Jati.

Bangunan  ini digunakan perwakilan para pedagang Tiongkok sebagai tempat bongkar muat barang dagangan.

Lama kelamaan, terbentuklah komunitas Muslim Tionghoa bermazhab Hanafi, terutama di tiga daerah yakni, Sembung, Srindil dan Talang.

Bermula dari syiar anak buah Laksamana Cheng Ho bernama Laksamana Kung Wu Ping, yang masih keturunan Konghucu.

Tempatnya yang bersih dan nyaman ini pun akhirnya dijadikan tempat ibadah Muslim Tionghoa bermazhab Hanafi, tapi secara resmi bukan sebagai masjid.

Dialihfungsikan Untuk Klenteng setelah Muslim Tionghoa Memindahkan Pusat Komunitasnya ke Sembung

Perkembangan Muslim Tionghoa sangat pesat terutama di Sembung, sayangnya tidak di dua daerah lainnya yakni, Srindil dan Talang. Maka pusat komunitasnya pun berpindah ke Sembung.

Bangunan ini ditinggalkan dan menjadi terbengkalai, sehingga dialihfungsikan oleh komunitas Muslim Tionghoa menjadi tempat ibadah para penganut Konghucu yang berada di Cirebon.

Tujuannya agar masyarakat Tionghoa yang menganut kepercayaan Konghucu bisa beribadah dengan nyaman.

Kedekatan umat Muslim dan Konghucu ini tidak lepas dari sosok Tan Sam Cay yang konon cukup kontroversi, meski sudah masuk agama Islam, ia masih menjalankan tradisi seperti sembahyang di klenteng dan membakar hio (dupa).

Hubungan Harmonis Masyarakat Tionghoa dan Penduduk Asli Cirebon Sempat Terganggu Politik Adu Domba Belanda

Klenteng Talang bukan hanya sebuah bangunan, tapi telah menjadi simbol toleransi sejak berabad-abad yang lalu.

Cirebon merupakan daerah perdagangan yang disinggahi berbagai etnis seperti Arab dan Tionghoa.

Masyarakat Tionghoa dan penduduk asli Cirebon hidup berdampingan dengan harmonis.

Mengingat pada zaman ini, etnis Tionghoa ada yang menjadi pejabat di Kesultanan Cirebon.

Sayangnya, keharmonisan ini sempat terganggu ketika politik adu domba Belanda masuk.

Hanya saja tidak bertahan lama, ini dibuktikan oleh tingkat toleransi masyarakat Cirebon yang tinggi.

Mengingat kondisi klenteng yang sudah lima abad eksis, masih sangat baik. Tentu ini tidak luput dari upaya pemerintah dan masyarakat Cirebon yang andil memelihara dan melestarikan keberadaan Klenteng Talang.

Sobat Demos bisa berkunjung ke Klenteng Talang jika berkenan, sebagai upaya melestarikan sejarah dan melestarikan toleransi yang ada bahkan sejak berabad-abad yang lalu!.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

1 komentar