DemosMagz – Vox Populi Vox Dei atau Suara Rakyat adalah Suara Tuhan memiliki makna penting dalam konteks demokrasi, karena rakyat berperan penting dalam pelaksanaan dan pembentukan pemerintahan. Dalam sistem demokrasi, rakyat memiliki hak untuk menyampaikan pendapat, memilih calon pemimpinnya dan berpartisipasi dalam kontestasi politik.
Jika berkaca pada sejarah revolusi Prancis (1789-1799) frasa Vox Populi Vox Dei sangat relevan karena menggambarkan bagaimana kehendak rakyat menjadi kekuatan utama yang menggulingkan kekuasaan monarki absolut dan menggantinya dengan sistem pemerintahan yang bersifat demokratis.
Pada Tahun 1789 kerajaan Prancis mengalami krisis ekonomi yang terjadi akibat kombinasi dari hutang negara yang besar, sistem pajak yang tidak adil, dan kelaparan yang melanda seluruh negeri.
Beban hutang kerajaan Prancis melambung tinggi setelah Perang Tujuh Tahun, yaitu konflik antara beberapa negara kolonialis untuk memperebutkan dominasi global dan dukungan serta intervensi Prancis dalam Perang Kemerdekaan Amerika. Selain dari kegagalan kampanye militer, pengeluaran mewah anggota kerajaan di istana Versailles juga kian memperburuk kondisi keuangan Prancis pada saat itu.
Sistem perpajakan yang hanya membebankan rakyat biasa (Third Estate) membuat ketimpangan sosial semakin tajam, sementara kaum bangsawan (Second Estate) dan kaum klerus/gereja (First Estate) dibebaskan dari pajak. Ketidakadilan dari sistem perpajakan ini semakin menyulut kemarahan rakyat Prancis yang dilanda krisis.
Di sisi lain, kondisi Prancis diperparah dengan terjadinya gagal panen yang berimbas pada kenaikan harga roti serta mengakibatkan kelaparan dan kerusuhan di kalangan rakyat miskin.
Baca juga: Rojava dan Implementasi Revolusi Ekologi Sosial Ala Murray Bookchin
Ketidakcakapan Raja Louis XVI untuk mengatasi krisis memicu ketidakpuasan yang meluas menjadi penyebab utama meletusnya revolusi Prancis, rakyat Prancis yang terinspirasi dari ide-ide pencerahan dari filsuf-filsuf seperti Voltaire, Jean-Jacques Rosseau dan lain-lain, mulai menuntut hak-hak mereka, dari gagasan-gagasan tersebut rakyat bergerak mengakhiri sistem feudal yang absolut, dan menggulingkan pemerintahan Raja Louis XVI.
Revolusi mencapai titik radikal dengan dipenggalnya Raja Louis XVI dan Ratu Marie Antoinette pada 1793, diikuti oleh periode Pemerintahan Terror di bawah kekuasaan Robespierre, di mana ribuan orang dihukum mati. Periode kekacauan ini berakhir dengan jatuhnya Robespierre dan naiknya Napoleon Bonaparte pada 1799, yang menandai akhir dari revolusi.
Revolusi Prancis adalah sebuah contoh kecil dari phrasa Vox Populi Vox Dei dan bagaimana kemarahan rakyat dapat menumbangkan apapun, bahkan kekuasaan absolut dari monarki sekuat Prancis sekalipun.
Namun Vox Populi Vox Dei juga memiliki berbagai kecacatan, meskipun menganggap bahwa kehendak mayoritas sebagai bentuk kebenaran yang perlu dihormati, pandangan ini sering kali gagal mencerminkan kenyataan bahwa keputusan mayoritas tidak selalu mewakili kebenaran moral atau keputusan yang adil.
Dalam banyak kasus, keputusan yang diambil mayoritas bisa dipengaruhi oleh kepentingan baik individu atau kelompok tertentu dan bukan berlandaskan kebenaran yang universal. Selain itu, pandangan ini dapat menindas hak-hak minoritas yang memiliki massa dan suara yang tidak cukup kuat untuk mempengaruhi keputusan.
Sebagai contoh dari kegagalan penerapan “Vox Populi Vox Dei” adalah praktik perbudakan di Amerika Serikat sebelum abad ke-19. Perbudakan dianggap sah oleh sebagian masyarakat pada saaat itu, meskipun secara moral perbudakan adalah perbuatan yang salah. Keputusan ini diambil oleh mayoritas yang tidak memperhitungkan kesejahteraan dan hak-hak dari kelompok minoritas.
Dengan demikian kecacatan utama dari “Vox Populi Vox Dei” adalah bahwa mayoritas sering kali terjebak dalam kepentingan sesaat dan bisa saja membuat keputusan yang tidak adil atau tidak bermoral, sedangkan kebenaran yang lebih universal sering kali berasal dari prinsip-prinsip yang melampaui kepentingan kolektif masyarakat.
Batalkan Kenaikan PPN 12 Persen
Rencana pemerintah menaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada 1 Januari 2025 mendatang, dari sebelumnya sebesar 11% menjadi 12% yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) adalah suatu bentuk ketidakadilan yang dilakukan secara terang-terangan oleh pemerintah terhadap rakyat.
Kebijakan tersebut akan berdampak pada naiknya harga barang-barang kebutuhan rakyat, dan akan menambah beban ekonomi rakyat, sedangkan kondisi ekonomi masyarakat Indonesia belum sepenuhnya pulih pasca Covid-19.
Sangat tidak bijak apabila pemerintah menaikan PPN tanpa diimbangi dengan kenaikan upah yang ideal dan sarana prasarana bagi rakyat, serta minimnya transparansi pengalokasian pajak. Hal ini akan menimbulkan semakin berkurangnya kepercayaan rakyat terhadap pemerintah yang suatu saat hal ini dapat menimbulkan efek domino yang lebih besar dan dikhwatirkan akan berakhir seperti Prancis pada masa kekuasaan Raja Louis XVI.
Karena itulah, sebagai pembaca yang cerdas dan sebagai manusia yang sadar atas dasar nilai-nilai Kemanusiaan, Keadilan, Kesetaraan, Solidaritas dan Demokrasi. Kita harus menyatukan kekuatan dan memperjuangkan hak rakyat, memperjuangkan keadilan, serta mengadvokasi masyarakat guna mencegah adanya individu atau kelompok mengambil kepentingan dalam situasi seperti ini, serta katakan tidak pada kenaikan PPN 12%.