Menuju Hari Lingkungan Hidup Nasional, Prabowo Malah Klaim Perluasan Lahan Sawit Tidak Sebabkan Deforestasi

Demosmagz – Tahukah Sobat Demos, pada 10 Januari mendatang, secara nasional diperingati sebagai Hari Lingkungan Hidup dan Hari Gerakan Satu Juta Pohon.

Gerakan yang mengajak masyarakat Indonesia untuk concern terhadap berbagai isu lingkungan yang kian memburuk dan mengancam segala aspek kehidupan makhluk. Termasuk manusia sendiri.

Sayangnya menuju peringatan ini, Indonesia mengalami berbagai isu lingkungan yang kompleks; seperti deforestasi, pencemaran lingkungan, sampah, bencana alam dan mikroplastik. Berbagai isu lingkungan ini tidak kunjung menjadi main issue oleh pemerintah, meski berganti pemimpin.

Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto malah mengklaim bahwa perluasan lahan sawit tidak sebabkan deforestasi. Pernyataan Prabowo tersebut menimbulkan berbagai kecaman dari pegiat lingkungan karena tidak berdasarkan sains atau ilmu pengetahuan.

“Enggak usah takut apa itu katanya membahayakan, deforestation, namanya kelapa sawit ya pohon, ya kan? Benar enggak, kelapa sawit itu pohon, ada daunnya kan? Dia menyerap karbondioksida. Dari mana kok kita dituduh yang boten-boten saja itu orang-orang itu,” Tutur Prabowo saat pengarahan dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas) Jakarta pada Senin, 30 Desember 2024.

Baca juga: Putusan MK Hapus Presidential Threshold: Bertentangan dengan UUD NRI 1945

Benarkah perluasan lahan sawit tidak sebabkan deforestasi?

Sobat Demos, dalam beberapa tahun terakhir isu deforestasi menjadi sangat penting.

Karena menurut data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tahun 2022, ada sekitar 3,2 juta hutan terdeforestasi akibat perluasan lahan sawit ilegal secara besar-besaran. Sehingga data ini jelas membantah perkataan Prabowo.

KLHK pun menegaskan lewat rilisnya bahwa sawit bukanlah tanaman hutan.

Dikutip dari BBC Indonesia, perwakilan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), Uli Arta Siagian menyebut banyak riset yang mengaitkan langsung ekspansi sawit dengan deforestasi.

“Ketika presiden mendorong perluasan sawit dalam skala besar di Indonesia, maka kawasan penting dan genting seperti hutan dan gambut akan terancam,” kata Uli.

Dampaknya menurut Uli, luas hutan yang berfungsi menyerap emisi karbon akan berkurang. Lahan gambut yang terdampak akan mudah terbakar.

“Belum lagi misalnya dampak ikutannya seperti sungai yang akan tercemar, sungai yang kering, banjir longsor, dan lain sebagainya,” lanjut Uli.

“Itu adalah cerita yang akan masif kita dengar ke depan kalau kemudian memang benar-benar ekspansi sawit ini akan terus dilakukan oleh pemerintah.” Tutupnya.

Menurut data TreeMap, dalam satu dekade terakhir penurunan deforestasi sempat terjadi pada tahun 2012-2022. Trend ini meningkat pada tahun 2023.

Dalangnya terbesarnya jelas ekspansi lahan sawit di Sumatera, Kalimantan dan Papua per tahun 2022-2023.

Padahal, aturan internasional sudah melarang sawit dihasilkan dari deforestasi, tapi dalam teknisnya masih terus dilanggar untuk kepentingan bisnis.

Deforestasi jelas mengancam lingkungan dan menimbulkan konflik

Deforestasi adalah proses penggundulan hutan secara besar-besaran dan cepat. Seperti yang kita tahu, bahwa hutan adalah jantung dunia, tempat dimana segala makhluk hidup di muka bumi bergantung kehidupan.

Menurut WALHI, ada 50-70 juta masyarakat adat di Indonesia yang tinggal dan menggantungkan hidupnya dari hutan.

Ketika hutan dirusak dan dikuasai oleh perusahaan maka akan menimbulkan berbagai dampak; seperti mempercepat pemanasan global dan kasus konflik di daerah akan terus meningkat.

Pada tahun 2021, kelompok kerja ilmuwan IPPC memberikan peringatan untuk seluruh dunia “kode merah bagi seluruh umat manusia” yang disampaikan oleh Sekjen PBB Antonio Guterres setelah diterbitkannya hasil laporan.

Menurut prediksi IPPC, dalam 20 tahun ke depan pemanasan global beresiko tidak dapat lagi dikendalikan, jika kita masih melakukan kepentingan bisnis dan tidak mengurangi emisi karbon dioksida secara ekstrim.

Pemanasan global adalah penyebab bencana cuaca ekstrim di seluruh dunia. Suhu bumi meningkat sebanyak 1.1 derajat celcius, walau tampak kecil, tapi efek yang ditimbulkan akan sangat besar dan destruktif; seperti intensitas curah hujan yang sangat tinggi dan kemarau yang terasa lebih panas serta panjang.

Ini bukanlah isapan jempol belaka, kebakaran hutan terbesar sepanjang sejarah di Siberia yang menyebabkan belasan orang tewas. Padahal, Siberia adalah kawasan berpenghuni paling dingin di dunia.

Contoh lainnya, banjir bandang di Jerman, Belgia dan Belanda. Hujan yang berlangsung selama berhari-hari ini menyebabkan ribuan korban jiwa.

Perubahan iklim ini pula akan merubah ritme produktifitas hasil pertanian secara signifikan dan menyebabkan konflik pangan yang berkepanjangan.

Aktifitas industri yang menyebabkan deforestasi ini berdampak pada menyusutnya hutan yang berfungsi sebagai penyerap emisi karbon dioksida.

Berjuta-juta hektar hutan digunduli hanya untuk kepentingan golongan, maka hanya akan mempercepat laju pemanasan global yang berdampak ke banyak orang.

Maka jangan heran jika apa yang diprediksi IPPC mungkin saja bisa lebih cepat Sobat Demos!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

1 komentar