Putusan MK Hapus Presidential Threshold: Bertentangan dengan UUD NRI 1945

DemosMagz Mahkamah Konstitusi (MK) akhirnya mengabulkan uji materiil atau judicial review terhadap Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu)

Pasal 222 UU Pemilu merupakan pasal yang mengatur ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold. MK menyatakan bahwa Pasal 222 UU Pemilu tersebut bertentangan dengan konstitusi.

Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tersebut mensyaratkan pasangan calon presiden dan wakil presiden yang ingin maju dalam pemilu harus diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang memiliki paling sedikit 20 persen kursi di DPR atau memperoleh 25 persen suara sah nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya.

Putusan dengan nomor perkara 62/PUU-XXII/2024 itu diajukan oleh empat mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga: Enika Maya Oktavia, Rizki Maulana Syafei, Faisal Nasirul Haq, dan Tsalis Khoriul Fatna.

Baca juga: Ini Alasan Pemerintah Menaikan PPN Menjadi 12 Persen, Salah Satunya untuk Mendongkrak Pendapatan Negara

Alasan MK Ubah Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017

Alasan MK mengubah pendirian ini adalah karena ambang batas pencalonan presiden dinilai bertentangan dengan hak politik rakyat dan prinsip kedaulatan rakyat. Selain itu, MK juga berpendapat bahwa aturan ini melanggar moralitas, rasionalitas, dan menciptakan ketidakadilan yang tidak bisa diterima, serta jelas bertentangan dengan UUD NKRI 1945.

Menurut hakim konstitusi Saldi Isra, pergeseran pendirian MK ini tidak hanya menyangkut besaran ambang batas, tetapi juga menyatakan bahwa rezim ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden, apapun persentasenya, bertentangan dengan Pasal 6A ayat (2) UUD 1945.

MK juga mencermati bahwa banyak pemilu presiden yang didominasi oleh partai-partai tertentu, yang membatasi hak konstitusional pemilih. Selain itu, MK melihat bahwa mempertahankan ambang batas pencalonan presiden akan mempersempit pilihan dengan hanya memungkinkan dua pasangan calon.

Hal ini dikhawatirkan dapat memicu polarisasi yang merusak keberagaman dan membahayakan kebhinekaan. Bahkan, MK khawatir pemilu presiden akan terjebak pada calon tunggal seperti yang sudah terjadi dalam beberapa pemilihan kepala daerah.

Meskipun Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 dinyatakan inkonstitusional, MK menekankan pentingnya mempertimbangkan jumlah pasangan calon presiden dan wakil presiden agar tidak terlalu banyak, mengingat Indonesia adalah negara dengan sistem presidensial dan multipartai.

MK berharap revisi UU Pemilu dapat mengatur jumlah pasangan calon yang tidak terlalu banyak, sehingga tidak merusak kualitas pemilu langsung oleh rakyat.

MK juga memberikan pedoman bagi pembuat undang-undang untuk melakukan rekayasa konstitusional, yang mencakup beberapa prinsip penting:

1. Semua partai politik peserta pemilu berhak mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden.

2. Pengusulan calon tidak didasarkan pada persentase kursi DPR atau perolehan suara sah.

3. Partai politik dapat bergabung untuk mengusulkan pasangan calon, asalkan tidak menyebabkan dominasi yang membatasi pilihan.

4. Partai politik yang tidak mengusulkan pasangan calon dapat dikenakan sanksi larangan mengikuti pemilu berikutnya.

5. Proses revisi UU Pemilu harus melibatkan partisipasi semua pihak, termasuk partai yang tidak memperoleh kursi di DPR.

Dalam putusan ini, dua hakim konstitusi, Anwar Usman dan Daniel Yusmic P. Foekh, menyatakan pendapat berbeda (dissenting opinion). Mereka berpendapat bahwa para pemohon, yang merupakan mahasiswa, tidak memiliki kedudukan hukum (legal standing) untuk mengajukan uji materi ini.

Mereka juga berargumen bahwa Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 hanya dapat diuji oleh pihak-pihak tertentu, seperti partai politik atau gabungan partai politik yang memenuhi syarat, serta individu yang memiliki hak untuk dipilih dan didukung untuk maju sebagai calon presiden atau wakil presiden.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

2 komentar