Ramai Soal Indonesia Gelap, Bagaimana Tanggapan Masyarakat?

DemosMagz – Aksi Indonesia Gelap yang diinisiasi oleh mahasiswa dan masyarakat sipil semakin ramai diperbincangkan di media sosial.

Demonstrasi ini adalah bentuk kekecewaan rakyat terhadap situasi negara di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.

Kemarahan mereka dipicu oleh sejumlah kebijakan yang dianggap tidak pro-rakyat, seperti efisiensi anggaran hingga Rp 306,69 triliun yang berdampak pada pelayanan publik, makan bergizi gratis (MBG), serta RUU Mineral dan Batu Bara (Minerba). Selain itu, kemunculan Danantara juga menjadi perhatian dan kritik utama dalam aksi ini.

Meskipun aksi ini mendapat dukungan dari berbagai kalangan, tidak semua masyarakat memahami makna dari Indonesia Gelap.

Jono, seorang office boy di sebuah perusahaan di Kota Cirebon, mengungkapkan bahwa ia tidak mengetahui makna dari aksi tersebut dan lebih memilih fokus pada pekerjaannya.

Baca juga: Alternatif Pemanfaatan Ibu Kota Nusantara Apabila Mangkrak

“Jujur saya tidak mengetahui arti dari Indonesia Gelap. Yang saya tahu cuma saya harus kerja di minggu ini dan waktu libur, saya pakai untuk istirahat di rumah,” ucapnya.

Berbeda dengan Jono, Gusak, seorang petani dari Kabupaten Cirebon, mengungkapkan bahwa banyak masyarakat kelas bawah di desanya yang tidak memahami gerakan ini karena mereka tidak terdampak langsung.

Namun, menurutnya, hal-hal seperti kenaikan harga BBM atau bahan pokok lebih mudah dirasakan oleh rakyat kecil.

“Kalau di tempat tinggalku, mereka banyak gak ngerti kenapa Indonesia Gelap. Karena kelas bawah gak terdampak secara langsung. Lain halnya kalau soal kenaikan BBM atau harga bahan pokok mahal,” ungkapnya.

Sedangkan menurut Panca, seorang mahasiswa, Indonesia Gelap merupakan bentuk kritik terhadap kebijakan dan kinerja Presiden dan Wakil Presiden yang baru.

“Sudah pasti jadi ajang kritik kebijakan dan kinerja ya. Seperti dari saya sih mintanya tinjau ulang Danantara dan mitigasinya, semisal Danantara gagal,” tuturnya.

Panca juga mengungkapkan keraguannya soal proyel Danantara yang akan segera berjalan karena melihat latar belakang orang-orang yang akan mengelolanya.

“Kemudian juga tinjau lagi orang-orang yang terlibat dalam Danantara, soalnya kalau lihat profil-profil orangnya kurang meyakinkan untuk mengelola dana sebanyak itu wkwk,” ucapnya.

Baca juga: Pertamina Buka Suara Soal Rencana Bright Gas 3 Kg Gantikan Gas Melon

Lebih lanjut, Panca menyampaikan dalam pelaksanaan Danantara perlu adanya payung hukum yang jelas sebagai mitigasi apabila terjadi kegagalan dalam proyek tersebut.

“Kalau berhasil, memang bagus bisa meningkatkan pertumbuhan ekonomi sampai 6-7%, tapi kalau gagal kan bisa menimbulkan krisis ekonomi yang berkepanjangan. Makanya kami minta mitigasinya kalau Danantara gagal ini gimana, apalagi kan tidak ada pengawasan dari lembaga penegak hukum untuk Danantara ini,” tandasnya.

Selain Jono, Gusak, dan Panca, Elvira, seorang supervisor di salah satu perusahaan terkenal di Jakarta, juga turut berpendapat mengenai aksi Indonesia Gelap.

Menurutnya, aksi ini mencerminkan kekhawatiran dan kecemasan masyarakat atas berbagai kebijakan pemerintah yang dinilai semakin aneh dan tidak pro-rakyat.

“Mulai dari kebijakan yang tidak pro-rakyat seperti pengubahan tarif PPN yang membingungkan, Coretax yang tidak jelas padahal sudah menghabiskan triliunan untuk aplikasi tersebut, ditambah Danantara yang ketuanya terindikasi mantan napi koruptor,” ungkapnya.

Sehingga secara umum Demonstrasi Indonesia Gelap dimaknai sebagai mencerminkan keresahan masyarakat dari berbagai kalangan terhadap kebijakan pemerintah.

Meskipun sebagian masyarakat masih belum memahami makna aksi ini, banyak pihak yang menilai bahwa kebijakan-kebijakan yang tidak pro-rakyat perlu dikritisi agar kesejahteraan rakyat tetap menjadi prioritas utama pemerintah.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

1 komentar