Rojava dan Implementasi Revolusi Ekologi Sosial Ala Murray Bookchin

DemosMagz – Rojava, atau yang dikenal dengan nama Kanton-kanton orang Kurdi di Utara Suriah, memiliki sejarah yang kompleks dan panjang terutama terkait dengan konflik yang terjadi di Suriah sejak terjadinya Revolusi Musim Semi (Arab Spring Revolution) dan perjuangan rakyat Kurdi melawan pemerintahan baik rezim Baysar Al-Assad ataupun Turki Erdogan.

Rojava terletak di wilayah yang dikenal dengan “Kurdistan Suriah” yang merupakan tanah leluhur dari masyarakat Kurdistan. Pada awal 2012, dengan dimulainya Perang Saudara Suriah antara pemberontak ISIS dan rezim Basyar Al-Assad semakin memburuk, dan pemerintahan Assad sudah mulai kehilangan kendali atas mayoritas wilayahnya di Suriah.

Dalam kekosongan kekuasaan ini, pejuang Kurdi yang tergabung dalam Partiya Yekitiya Demokrat (PYD), sebuah partai politik yang berafiliasi dengan Partiya Karkeren Kurdistan (PKK) atau partai pekerja Kurdistan sebuah organisasi berhaluan politik kiri yang dipimpin oleh Abdullah Ocalan, seorang aktivis buruh yang berideologi Marxist.

Ketika angin Revolusi Musim Gugur mulai berhembus di Timur Tengah. Tepatnya pada Juli 2012, Ketika gelombang revolusi mulai memasuki tahap intensif dan tentara nasional Suriah mulai menarik diri dari wilayah Kurdi di utara.

Kelompok Kurdi mulai menguasai dan menduduki wilayah tersebut. Mereka mulai mendeklarasikan daerah otonomi de facto di wilayah yang kini dikenal sebagai Rojava, yang mencakup tiga wilayah utama meliputi: Afrin, Kobani, dan Cerize.

Rojava berkembang sebagai eksperimen sosial-politik yang mengadopsi prinsip-prinsip ekologi sosial, demokrasi langsung dan pemberdayaan perempuan yang terinspirasi oleh pemikiran Murray Bookchin dan Abdullah Ocalan. Disini, masyarakat setempat mengelola urusan mereka sendiri melalui sistem demokrasi langsung dan kongres rakyat, dimata komite-komite lokal memainkan peran besar dalam pengambilan keputusan secara kolektif.

Seiring dengan berkembangnya otoritas dan pengaruh dari status de facto Rojava, konflik dengan berbagai berbagai pihak baik dengan rezim Basyar al-Assad, dengan negara-negara tetangga seperti Turki di utara dan Iran di timur hal ini menimbulkan berbagai macam masalah khususnya untuk kaum Kurdistan.

  • Konflik dengan ISIS khususnya adalah salah satu fase paling signifikan dalam sejarah Rojava. Rojava menjadi garis depan dalam pertempuran melawan milisi ISIS. YPG (Unit Perlindungan Warga) dan YPJ (Unit Perlindungan Wanita) memainkan peran kunci dalam merebut kembali wilayah-wilayah yang sebelumnya dikuasai oleh ISIS. Pembebasan kota Kobani yang terjadi pada tahun 2014-2015 adalah kemenangan besar untuk pasukan Kurdi, meskipun banyak kehilangan korban jiwa dan kerugian di pihak pasukan Kurdi. Namun keberhasilan dalam membebaskan kota Kobani mendapat perhatian internasional, dan banyak pihak termasuk AS dan beberapa negara barat yang memberikan dukungan kepada Rojava dalam perang melawan ISIS.

Baca juga: Mengenal Brain Rot, Pembusukan Otak Karena Konten Tidak Bermutu di Media Sosial dan Cara Menghindarinya

  • Selain konflik melawan milisi ISIS, konflik melawan rezim Erdogan Turki juga menjadi tantangan besar bagi rakyat Rojava. Turki menganggap partai buruh Kurdistan (PKK) sebagai kelompok teroris yang berusaha menggagalkan upaya otonomi Kurdi di Suriah, sejak 2016 Turki sudah melancarkan serangkaian operasi militer di sepanjang garis perbatasan Suriah-Turki, yang bertujuan untuk mengusir pasukan Kurdi dari wilayah yang mereka kontrol dan meredam pengaruh PKK. Operasi militer ini mengarah pada pendudukan beberapa kanton Kurdi, termasuk Afrin pada 2018.

  • Perubahan dinamika pasca-perang melawan ISIS juga merupakan tantangan besar untuk kaum Kurdi, setelah perang melawan ISIS kondisi di Rojava tetap tidak berubah. Pada 2019, AS yang sebelumnya mendukung YPG dalam perang melawan ISIS, tiba-tiba menarik pasukanya dari Suriah. Hal ini memberikan jalan bagi mobilisasi militer Turki yang lebih masif kedalam wilayah Kurdistan, dengan masuknya pasukan Turki yang lebih masif pemerintah otonom Rojava mulai menjalin kerjasama dengan pemerintah Rusia dan Iran. Yang mengakibatkan ketidakstabilan di Rojava semakin meningkat.

Gerakan Sosial dan Revolusi Eco-Socialism

Di sisi lain, Rojava juga dikenal dengan gerakan sosial yang terjadi di dalam wilayah  tersebut. Eksperimen sosial yang dijalankan di Rojava mencakup pembentukan model demokrasi langsung dan otonomi bagi perempuan.

Salah satu point penting dalam revolusi Rojava adalah pemberdayaan perempuan, yang diorganisir dalam pasukan militer perempuan (YPJ) dan juga dalam pemerintahan local. Kebijakan-kebijakan sosial Rojava berusaha untuk menciptakan masyarakat yang setara dan bebas dari dominasi patriakal, dengan tujuan mencapai kesetaraan gender dan kebebasan sosial.

Secara garis besar, Rojava dan pemberontakanya adalah kisah tentang perjuangan untuk kebabasan, otonomi, dan hak-hak bangsa Kurdi di tengah konflik yang lebih besar di Suriah. Meskipun telah mengalami pertempuran yang berat melawan berbagai kekuatan eksternal, seperti ISIS dan Turki, dan tantangan internal untuk mencapai sistem yang berkelanjutan dan adil, Rojava tetap menjadi simbol ketahanan dan perlawanan sosial dalam dunia!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

1 komentar